Peraturan itu telah ditandatangani Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 11 Maret 2019. Kendati demikian, skema tarif per kilometer akan dituangkan terpisah, yaitu dalam bentuk surat keterangan menteri perhubungan.
"Ya kita lagi bicara. Dalam minggu ini kita akan selesaikan," ujar BKS, sapaan akrab Budi Karya Sumadi, kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Ia menjelaskan, komponen penyusutan terdiri dari berbagai aspek, termasuk bahan bakar. Dari komponen-komponen itu didapat harga pokok Rp 1.600/km. Namun, perdebatan belum selesai.
"Jadi memang harus lebih tinggi dari itu, tapi memang ada perbedaan, ojol (perwakilan ojek online) ini kan maunya Rp 3.000/km. Jadi yang dia dapat (penghitungan tarif) Rp 2.400/km. Kalau kami di antara operator, aplikasi itu kira-kira Rp 2.400/km," kata BKS.
"Jadi ini lagi dibicarakan. Kita milih yang tengah, karena Rp 3.000/km hampir dua kali lipat. Kalau naik hampir dua kali lipat, takutnya penumpangnya (keberatan). Ya kan kita juga mengusulkan kalau memang bisa mengakomodasi kedua belah pihak ini kan lebih baik," lanjutnya.
![]() |
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi mengungkapkan, apabila tarif per kilometer disesuaikan dengan permintaan pengemudi, misalnya Rp 2.500/km bersih (nett) atau tanpa potongan, maka hal tersebut nampaknya sulit dipenuhi.
"Kalau Rp 2.500/km itu nett atau bersih maka yang dibebankan ke konsumen pasti lebih tinggi lagi, atau subsidi aplikator diteruskan ini berat. Taksi online saja Rp 3.000/km," kata Budi dalam diskusi di CNBC Indonesia TV, Senin (18/3/2019).
Budi melanjutkan, Kemenhub sudah melakukan pertemuan dengan dua aplikator ojek online, yakni Gojek dan Grab, untuk menentukan indikator perhitungan penentuan tarif ojol (ojek online).
"Saya kan mengikuti perkembangan selama satu minggu. Kebijakan seperti apa untuk dua aplikator, Gojek dan Grab kan berbeda skema. Juga berbeda menyangkut masalah indikator perhitunganya. Tapi rata-rata kalo untuk yang nett, bukan gross itu di bawah Rp 2.000/km," kata Budi.
Ia mengemukakan bahwa aplikator saat ini masih menerapkan subsisdi dan potongan 20 persen. Untuk harga Rp 2.500/km gross menurutnya masih memungkinkan karena masih mendapatkan nett berkisar Rp 2.200/km.
Selain itu, karena karakter ojek online di Jabodetabek adalah kendaraan transportasi yang mengisi kekosongan ke transportasi publik, maka para pengemudi lebih cenderung mengambil pesanan (order) jarak pendek.
Dia mengumpamakan order jarak pendek dari kantor Kemenhub ke Stasiun Gambir yang tidak lebih dari satu km. Ia mengungkapkan bahwa nett yang didapat dari pengemudi hanya Rp 2.000/Km. Pentingnya tarif sama (flat) juga berpengaruh pada satuan harga per km.
Para pengemudi, menurutnya, juga telah mengemukakan batas minimal per kilometer yang diinginkan, yakni mulai dari Rp 2.400 hingga Rp 3.000. Dia menegaskan, peraturan tarif ojek online ini akan dievaluasi setiap 3 bulan sekali. Hal itu diperlukan untuk melihat bagaimana respon masyarakat, pengemudi, dan aplikator.
Simak video terkait aturan ojek online di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)
https://ift.tt/2Y48Cc8
March 19, 2019 at 09:35PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pak Menhub, Kapan Aturan Soal Tarif Ojek Online Terbit?"
Post a Comment