
Riset tersebut dipublikasikan oleh analis Credit Suisse yakni Alexander Redman dan Arun Sai. Keduanya memandang terjadi penguatan indeks MSCI Indonesia US Dollar sebesar 34% di atas indeks MSCI Emerging Market (EM) sejak pertengahan Mei 2018.
"Saat ini kami melihat ada kesempatan untuk menurunkan eksposur ke aset di Indonesia sebelum pasar memasuki fase underperformance karena enam alasan," ujar mereka.
Selain itu, keduanya juga menilai penguatan rupiah sudah cukup signifikan sehingga sudah jenuh beli (overbought), mengetatnya likuiditas akan membatasi pertumbuhan aset perbankan, dan saham Indonesia sedang ditransaksikan pada valuasi premium yang sudah tidak menarik (sudah mahal), serta jenuh beli (overbought) dan jenuh dimiliki (over-owned).
Bagaimana integritas analisis Redman dan Sai di pasar keuangan global. Keduanya seringkali merilis riset berdua terkait dengan kondisi ekonomi global khususnya wilayah Eastern Europe, Middle East and Africa (EEMEA) dan Global Emerging Markets (GEMS) alias negara-negara berkembang.
Redman adalah Managing Director Credit Suisse, Divisi Global Markets, yang berbasis di London. Dia menjabat Head of Global Emerging Market Equity Strategy dan menangani penulisan untuk riset khusus negara berkembang di Credit Suisse Research Institute. Dia bergabung dengan Credit Suisse sejak 2000 atau sudah 19 tahun memotret negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pemegang gelas B.Eng (Bachelor of Engineeering) di bidang bidang Aeronautical dan Aerospace Engineering ini pernah bekerja di Robert Fleming Securities di London dan Jardine Fleming Securities di Hong Kong sebagai Global Emerging Markets Quantitative Analyst. Dia diganjar sebagai Top 3 untuk riset wilayah EEMEA dan GEMS.
Adapun Arun Sai bergabung dengan Credit Suisse sejak Desember 2010 atau 9 tahun dan saat ini menjabat Global Emerging Markets Equity Strategist. Sebelumnya dia menjabat sebagai senior analis di lembaga riset CRISIL Global Research & Analytics, dan bekerja sebagai Research Assistant di Reserve Bank of India (RBI).
Tahun lalu, Redman juga merilis riset berkaitan dengan potensi emerging market di Asia yang begitu cepat berkembang. Ekonomi-ekonomi negara Asia yang sedang berkembang akan memberikan kontribusi output bagi ekonomi global mencapai 55% pada tahun 2050.
"Pasar ekuitas dan obligasi korporasi di kawasan itu [Asia] tentu saja mengasumsikan hampir 30% pangsa global pada tahun 2030," tulis Credit Suisse. (hps)
http://bit.ly/2UVgjil
February 13, 2019 at 05:04PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ini 2 Sosok Analis Credit Suisse yang Pangkas Saham Indonesia"
Post a Comment