Keperkasaan rupiah, tak lepas dari meredanya situasi ekonomi global, terutama yang bersumber dari perekonomian Amerika Serikat (AS), baik itu arah kebijakan moneter The Fed maupun eskalasi perang dagang AS vs China.
Namun, Istana Kepresidenan memandang penguatan mata uang Garuda tidak hanya berasal dari faktor global, melainkan juga sejumlah kebijakan yang dieksekusi pemerintah untuk menstabilisasi nilai tukar.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika, Senin (4/1/2019), membenarkan meredanya situasi global memang secara langsung memancing aliran modal dari negeri Paman Sam untuk mencari negara-negara yang secara fundamental lebih terjaga, salah satunya Indonesia.
"Dari faktor domestik, apresiasi rupiah dipengaruhi oleh pencapaian ekonomi nasional sepanjang 2108. Optimisme tersebut berlanjut hingga ke 2019. Tentu, kondisi ini didukung oleh pencapaian moneter dan fiskal yang menggembirakan," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (4/2/2019).
![]() |
Dari sisi moneter misalnya, terlihat dari laju inflasi yang terjaga di level 2,82% pada Januari 2019, serta cadangan devisa yang mencapai US$ 120,6 miliar di Desember. Belum lagi, kenaikan bunga acuan BI hingga 6,00%.
Sementara itu, kondisi fiskal tergambar melalui pencapaian realisasi pendapatan negara yang mampu menembus target, sehingga memberikan dampak positif pada penurunan defisit keseimbangan primer.
Dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar, pemerintah dan bank sentral pun mengeluarkan berbagai regulasi. Salah satunya, paket kebijakan XVI untuk mendorong investasi masuk ke sejumlah wilayah di Indonesia.
"Selain itu, pemerintah juga mengelola neraca perdagangan lewat peningkatan PPh barang impor jenis konsumsi, yang dapat diproduksi di dalam negeri," kata Erani.
"Dari sisi upaya menekan konsumsi BBM, pemerintah berupaya meningkatkan penggunaan Biodiesel (B-20) hingga kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE)," jelasnya.
![]() |
Sementara itu, otoritas moneter juga mengawal rupiah lewat sejumlah kebijakan. Saat ini BI memiliki kebijakan yang lebih antisipatif dan mendahului langkah/kebijakan bank sentral lain khususnya The Fed.
"Contohnya, BI mendahului kemungkinan kenaikan the Fed menaikkan suku bunganya, sehingga dapat menahan aliran modal keluar (capital outflow)," kata dia.
"Terbaru, otoritas moneter mengimplementasikan DNDF. DNDF merupakan upaya memperdalam pasar keuangan domestik dalam rangka stabilitas nilai tukar rupiah," tegas Erani.
Simak video terkait langkah BI menyuntik stamina rupiah di bawah ini.
(miq/miq)
http://bit.ly/2UHHY6z
February 04, 2019 at 09:10PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rupiah Perkasa, Istana: Bukan Hanya Karena Faktor Global"
Post a Comment