Gerakan ini ini muncul karena reaksi sejumlah netizen yang kecewa dengan cuitan dari CEO layanan e-commerce Bukalapak, Ahmad Zaky yang menyinggung soal "presiden baru" dan anggaran riset dan pengembangan (research and development/R&D).
Dalam cuitannya, Zaky menyebut bahwa anggaran R&D industri 4.0 Indonesia sangat rendah ketimbang negara lain, hanya berada di posisi 43 dunia dengan nilai anggaran US$ 2 miliar. Menurut Zaky hal ini akan menghambat semangat untuk mengembangkan industri 4.0.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution angkat bicara. Menurutnya, anggaran R&D yang masih kecil disebabkan oleh perkembangan industri di Tanah Air yang juga belum signifikan.
Foto: CNBC Indonesia TV
|
"Sebenarnya swasta juga begitu. Ya memang perkembangan industri kita masih lebih rendah dibandingkan negara maju," ujar Darmin di kantornya, Jumat (15/2/2019) malam.
Menurut Darmin, anggaran riset sebenarnya bukan melulu menjadi tanggung jawab pemerintah. Inovasi pihak swasta, dalam hal ini industri manufaktur adalah penyokong utama riset dan pengembangan teknologi.
"Itu tergantung industrinya perlu atau tidak, tak bisa diatur-atur," pungkasnya.
Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, Indonesia memang menduduki peringkat buncit di antara negara utama di Asia Tenggara dalam hal alokasi dana R&D. Hal ini bisa dilihat dari data UNESCO Institute for Statistik (UIS) per 2018.
Merujuk pada data Unesco, sumber dana R&D terbesar berasal dari perusahan swasta khususnya perusahaan berbasis teknologi seperti yang dijalankan Achmad Zaky. Bukan presiden, atau pemerintah.
"Di antara 15 negara yang berada di posisi teratas dalam hal jumlah alokasi Riset R&D, ada kesamaan yang mereka miliki, yakni anggaran R&D yang terbesar justru disumbangkan oleh pihak swasta," tulis UIS dalam laporan yang dirilis pada 28 Juni 2018 lalu.
Mari kita tengok Korea Selatan yang mengalokasikan dana R&D setara dengan 4,3% PDB-nya. Angka ini merupakan yang tertinggi di dunia, dan berujung pada jumlah periset sebanyak 6.856 orang dari setiap 1 juta populasinya.
Nilai dana R&D yang dibelanjakan tersebut setara dengan US$73,19 miliar. Namun, yang menyumbang terbesar justru sektor swasta yakni US$57,26 miliar (setara 78,2% dari total angka itu), diikuti pemerintah US$8,21 miliar dan Universitas US$6,6 miliar.
Dari sisi dominasi porsi swasta dalam pendanaan R&D, negara pendudukan Israel berada di posisi teratas dengan porsi swasta 84,6% (US$10,19 miliar) dari total alokasi US$12 miliar. Negara yang tengah berkonflik dengan Palestina ini memiliki 8.250 orang periset dari setiap 1 juta orang penduduknya.
Dari sisi nilai, Amerika Serikat (AS) memimpin dengan alokasi dana riset sebesar US$476,5 miliar, didorong oleh swasta dengan porsi 71,6% (US$340,73 miliar), disusul universitas (US$62,35 miliar). Pemerintah hanya menyumbang 11%. Hasilnya? Ada 4.255 orang periset per sejuta populasi di AS.
Mari kita bandingkan dengan Indonesia, di mana pemerintah masih menyumbang posisi terbesar yakni US$839,16 juta, atau 39,4% dari total alokasi dana R&D. Civitas akademika menyusul di posisi kedua (US$744,84 juta) sedangkan swasta hanya menyumbang US$547 juta (25,7%).
Saksikan video tentang klarifikasi Bos Bukalapak di bawah ini:
(roy/roy)
http://bit.ly/2GrhaEt
February 16, 2019 at 10:00PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Zaky Sindir Dana RdanD dan Minimnya Sumbangsih Bukalapak Cs"
Post a Comment