Musim panen dianggap dapat kembali menurunkan harga jagung yang menjadi bahan pokok produksi pakan yang menjadi barang jualan Japfa.
Analis PT BCA Sekuritas Johanes Prasetia dan Rachel Christabelle Sual dalam riset-nya mengatakan penelusuran mereka menemukan bahwa harga jagung lokal sudah mulai turun sekitar 11% sejak pertengahan Februari menjelang musim panen jagung (Maret-April 2019).
"Karena itu, kami menilai adanya katalis positif bagi bisnis pakan (dengan porsi 35% dari pendapatan emiten), ditandai dengan beban pakan yang turun karena jagung berporsi 50% dari total bahan mentah," ujar Johanes dalam riset-nya yang dirilis hari ini (4/3/19).
Dia menyatakan faktor tersebut akan berdampak tidak langsung pada penurunan beban di peternakan pembibitan (breeding farm) dan peternakan komersial pada kuartal I-2019.
Johanes mencatat perseroan diuntungkan dari kinerja laba bersih tahun lalu yang menakjubkan yaitu 132,26% menjadi Rp 2,16 triliun pada 2018 dalam laporan keuangan non-audit.
Menurut dia, kinerja emiten yang dipimpin dan dimiliki Handojo Santosa tersebut dilambungkan oleh kebutuhan ayam masyarakat yang meningkat.
Pemerintah sudah menyalurkan bantuan sosial senilai Rp 66,4 triliun sehingga membuat masyarakat lebih sering membeli daging ayam.
Konsumsi ayam yang bertambah itu diprediksi sudah meningkatkan volume penjualan pakan ayam dan volume penjualan ayam umur sehari (day old chick/DOC) masing-masing naik ~6% dan ~10% serta kenaikan belanja modal (capital expenditure/capex) Japfa Comfeed ~30% menjadi Rp 2 triliun.
Capex Japfa tahun ini pun diprediksi Johanes akan naik lagi menjadi Rp 2,3 triliun dan akan fokus di bisnis peternakan ayam.
Kinerja 2018 yang solid itu berbanding terbalik dengan kinerja 2017.
Sepanjang 2017, JPFA mengalami penurunan laba bersih 51,69% menjadi Rp 997 miliar dari tahun sebelumnya Rp 2,06 triliun. Tahun sebelumnhya, laba bersih JPFA juga meroket 341% dari Rp 468 miliar.
Meskipun didukung latar belakang kinerja keuangan yang solid pada 2018, saham perseroan yang didirikan oleh Teguh Santosa tersebut anjlok menjelang pelepasan sebagian sahamnya oleh perusahaan investasi global KKR & Co Inc pada 18 Februari.
Saham JPFA pernah menyenggol Rp 3.100 pada 2 Februari, harga tertinggi sejak aksi pemecahan nilai saham (stock split) pada 2013 silam, tetapi berangsur turun hampir beruntun hingga hari ini.
Michael W. Setjoadi dan Jessica Pratiwi, analis PT RHB Sekuritas Indonesia, menilai penurunan harga saham perseroan disebabkan oleh overhang dari penjualan saham perseroan oleh KKR, tetapi hal tersebut meningkatkan kesempatan investor untuk membeli saham tersebut ketika masih rendah.
Seperti dalam riset sebelumnya, Michael mengatakan setelah dilepas KKR, maka akan semakin banyak saham perseroan yang dipegang publik dan berpotensi meningkatkan likuiditas-nya di pasar.
Lebih likuid saham perseroan, tuturnya, dapat membuka lebih lebar peluang JPFA masuk ke dalam indeks (penyesuaian kembali-rebalancing indeks MSCI pada Mei) dan dapat menerima insentif pajak saham publik 40%.
Analis PT Danareksa Sekuritas Victor Stefano menilai terkoreksinya saham JPFA justru membuat selisih valuasi JPFA dengan pesaing terbesarnya yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) melebar.
"Saat ini, valuasi rasio harga saham per laba (price to earings ratio/PE ratio) dan EV/EBITDA Japfa 11,4x dan 6,9x masih terdiskon 64% dari valuasi CPIN."
Selepas istirahat siang ini, saham emiten masih terkoreksi 1,33% menjadi Rp 2.230 per saham dan membentuk kapitalisasi pasarnya Rp 26,15 triliun.
Sekuritas | Rekomendasi | Target price (TP) |
Danareksa Sekuritas | Buy | Rp 2.950 |
BCA Sekuritas | Buy | Rp 3.100 |
RHB Sekuritas Indonesia | Buy | Rp 3.500 |
TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/hps)
https://ift.tt/2tPDkaZ
March 04, 2019 at 09:49PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Laba Naik 133%, Begini Ulasan 3 Broker untuk Saham JPFA"
Post a Comment