
Hingga pukul 10:30 WIB, harga minyak Brent kontrak Mei turun 0,12% ke posisi US$ 67,08/barel, setelah juga amblas 0,1% pada perdagangan akhir pekan lalu (15/3/2019).
Sedangkan jenis lightsweet (WTI) kontrak April juga terkoreksi 0,26% ke level US$ 58,37/barel, setelah turun 0,15% pada perdagangan akhir pekan lalu.
Secara mingguan, harga Brent dan WTI masing-masing sudah naik 0,75% dan 2,78% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, keduanya telah terdongkrak sekitar 26%.
International Energy Agency (IEA), sebuah konsultan energi yang berbasis di Paris, Prancis memprediksi surplus minyak akan terjadi di kuartal I-2019, mengutip Reuters.
Penyebabnya adalah permintaan energi dari sejumlah negara yang masih belum bisa bangkit akibat perlambatan ekonomi global.
Pertumbuhan harga rumah baru periode Februari di China yang diumumkan, ternyata merupakan yang paling lambat sejak 10 bulan terakhir. Menandakan adanya perlambatan dari sisi permintaan, yang membuat pelaku pasar sulit untuk meningkatkan harga.
Hari ini, nilai ekspor Jepang pada periode Februari dibacakan turun 1,2% dibanding tahun sebelumnya (YoY). Bahkan, nilai kontraksinya lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang memprediksi hanya sebesar 0,9%.
Selain itu impor minyak mentah Jepang bulan Februari juga tercatat turun 2,8% YoY.
Hal tersebut semakin menambah panjang daftar bukti-bukti perlambatan ekonomi global yang sudah di depan mata, atau di bawah telapak kaki.
Kala ekonomi melambat, maka permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak juga kemungkinan besar akan berkurang.
Namun demikian, faktor-faktor yang bisa memberikan dorongan pada harga minyak juga masih ada.
Perusahaan minyak Baker Huges mengatakan bahwa untuk minggu yang berakhir pada 15 Maret, jumlah rig minyak yang aktif di Amerika Serikat (AS) kembali berkurang satu unit. Ini merupakan penurunan jumlah rig mingguan yang ke-4 secara beruntun, sekaligus membuat jumlahnya menjadi paling sedikit sejak April 2018.
Jumlah rig merupakan suatu indikator penting untuk mengukur kapasitas produksi minyak di AS. Setidaknya jika jumlahnya terus berkurang, tidak akan terjadi lonjakan produksi dalam waktu dekat, seperti yang telah ditakutkan.
OPEC juga dijadwalkan menggelar pertemuan lanjutan untuk membahas minyak dunia pada 17-18 April mendatang untuk membahas kelanjutan pengurangan pasokan minyak yang tengah dilakukan.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, aliansi OPEC bersama Rusia telah sepakat untuk mengurangi pasokan minyak hingga 1,2 juta barel/hari mulai Januari 2019.
Hingga saat ini, aksi tersebut terbukti dapat memberi energi positif yang cukup untuk menarik harga minyak ke atas.
"kalau OPEC dan aliansinya memutuskan untuk memperpanjang [pengurangan pasokan], kami memprediksi stok minyak akan berkurang, setidaknya hingga kuartal III-2019," ujar Bank Investasi, Jefferies, mengutip Reuters.
Dari sisi permintaan, prediksinya juga bisa membuat investor bisa bernafas lega.
Bank Investasi Goldman Sachs mengatakan bahwa pertumbuhan permintaan minyak pada bulan Januari mencapai hampir 2 juta barel/hari, utamanya dari pasar negara berkembang, seperti yang dilansir dari Reuters.
Terbukti, China yang merupakan importir minyak terbesar ternyata masih bisa mencatatkan pertumbuhan impor minyak sebesar 6,1% sepanjang Januari-Februari 2019, dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/gus)
https://ift.tt/2JjufBZ
March 18, 2019 at 05:44PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perlambatan Ekonomi Global Makin Nyata, Harga Minyak Melemah"
Post a Comment