Secara mingguan, rupiah melemah sebesar 1,29%, dari Rp 13.960/dolar AS menjadi Rp 14.140/dolar AS. Mayoritas mata uang Asia memang melemah melawan greenback pada pekan ini, namun tak ada yang separah rupiah.
Dolar AS mendapatkan momentum seiring dengan rilis data ekonomi AS yang menggembirakan. Pada hari Selasa, pembukaan lowongan kerja (di luar sektor pertanian) diumumkan sebanyak 7,34 juta, mengalahkan konsensus yang sebanyak 6,84 juta, seperti dilansir dari Forex Factory.
Sehari setelahnya atau pada hari Rabu, tingkat inflasi inti periode Januari 2019 diumumkan sebesar 0,2% MoM, sesuai dengan ekspektasi. Secara tahunan, tingkat inflasi inti berada di level 2,2% YoY.
Lanjut ke hari Jumat, pembacaan awal atas data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Februari 2019 versi University of Michigan diumumkan di level 95,5, di atas konsensus yang sebesar 93,3.Data-data ekonomi yang kinclong tersebut lantas memantik ekspektasi bahwa The Federal Reserve selaku bank sentral AS akan mengeksekusi kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak Fed Fund futures per 15 Februari 2019, kemungkinan bahwa the Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada tahun ini adalah 3,2%. Masih kecil memang, namun probabilitas tersebut naik dari posisi minggu sebelumnya (8 Februari) yang sebesar 0%.
Lebih lanjut, perkembangan negosiasi dagang AS-China ikut membuat dolar AS selaku safe haven menjadi incaran investor. Pada hari Senin hingga Rabu, negosiasi dagang tingkat wakil menteri dilangsungkan, disusul oleh negosiasi tingkat menteri pada hari Kamis dan Jumat. Negosiasi tingkat menteri tersebut melibatkan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, dan Wakil Perdana Menteri China Liu He.
Pada hari Kamis, Bloomberg melaporkan bahwa AS dan China nyaris tak mencapai progres apapun dalam negosiasi dagang yang digelar di Beijing, menurut orang-orang yang familiar dengan jalannya negosiasi dagang tersebut.
Dalam rapat tertutup yang digelar, kedua pihak gagal untuk menipiskan ketidaksepahaman terkait reformasi struktural yang diminta AS kepada China.
Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan terkait dengan perpanjangan periode gencatan senjata yang akan berakhir pada tanggal 1 Maret. Jika Presiden AS Donald Trump sampai tak puas dengan hasil negosiasi dagang, periode gencatan senjata menjadi sangat mungkin untuk tidak diperpanjang dan bea masuk bagi produk impor asal China senilai US$ 200 miliar akan dinaikkan menjadi 25% (dari yang saat ini 10%) mulai tanggal 2 Maret.
Kemudian pada hari Jumat siang pasca negosiasi tingkat menteri selesai digelar, para delegasi berpisah tanpa mengumumkan apapun, seperti dilansir dari AFP.
(ank/roy)
http://bit.ly/2IivS2t
February 17, 2019 at 12:34AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sepanjang Minggu Ini di Asia, Tak Ada yang Separah Rupiah"
Post a Comment