"Sekarang kita baru exercise perikanannya, kelautannya di sana ada minyak mentah, gas, tambang, dan lainnya. Kita punya tupoksi dan tugas, namun kemampuannya tentu tidak sebesar TNI, di situlah kita memerlukan bantuan TNI," ujarnya dalam acara penandatanganan MoU dengan Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (11/2/2019).
Menurut dia, selama ini masih banyak ekspor ilegal dari sumber daya kelautan. Dari catatan KKP, ekspor ilegal lebih besar kerugiannya dibandingkan dengan impor ilegal. Tak ingin dianggap membual, Susi lantas memberikan contoh nyata.
Dia menyebut, ekspor mutiara RI pada tahun 2016 silam tercatat hanya 4,1 ton. Di periode yang sama, Hongkong mencatat impor mutiara dari RI sebanyak 22 ton.
"Dari data itu saja sudah terlihat, 80% tidak tercatat. Bagaimana dengan ikan? ternyata sama, maka kami sempat menyandera pelaporan izin-izin untuk memperbaiki hasil data pelaporan," ungkapnya.
Dia menyebut, kapal pancing berkapasitas 150 gross tonase (GT), seharusnya mampu menorehkan pendapatan sampai 2.000 ton. Namun, dalam satu kasus, pernah hanya dilaporkan pendapatan sebanyak 20 ton.
"Kita suruh perbaiki, akhirnya naik jadi 200 ton. Dari hasil verifikasi [total] ada kenaikan hasil tangkapan 600 ribu ton. Kalau itu dikalikan 2 dolar saja, sudah Rp 120 triliun yang tidak dicatat. Transhipment masih banyak terjadi di laut lepas, ini pun belum kita cegah dan belum lakukan apa - apa," tandasnya.
![]() |
Di sisi lain, Susi juga menjelaskan, selama ini KKP sudah berupaya keras menjaga kekayaan laut RI. Selama empat tahun rezim Joko Widodo (Jokowi), lanjutnya, neraca perdagangan ikan RI terus menunjukkan performa positif.
"Yang tadinya nomor buntut, sekarang sudah menjadi nomor satu di Asia Tenggara. Ekspor kita setiap tahun naik 10%-12%. Nilai tukar nelayan, daya beli nelayan naik 10% dibandingkan sebelum pemerintahan Jokowi," bebernya.
"Kemudian juga nilai tukar usaha perikanan yang tadinya hanya 104 sekarang sudah 128. Konsumsi ikan RI naik dari 37 kg jadi 50 kg, lebih cepat dari pada target yang dicanangkan tadinya hanya 46 kg," lanjutnya.
Dari data tersebut, terdapat kenaikan hampir 30%. Jika dikalikan 250 juta orang, maka konsumsi ikan RI hampir mencapai 10 juta ton. Di sisi lain, menurutnya impor ikan RI jauh menurun karena ketersediaan ikan domestik yang melimpah.
Dia menegaskan, sumber daya protein penting untuk perkembangan sumber daya manusia (SDM). Karena itu, dia terus mendorong masyarakat gemar konsumsi ikan agar pendidikan di masa mendatang tidak sia-sia lantaran disokong IQ SDM yang memadai.
Dia menyebut, stunting terjadi dari 2003-2013 sangat tinggi karena stok ikan RI hampir mencapai titik habis. Pada saat Jokowi memulai pemerintah pada Oktober 2014, disebutkan stok ikan hanya 7,1 juta ton, sedangkan sekarang sudah 13,1 juta ton, berdasarkan catatan asesmen di 2018.
"Ini akan terus naik bila dijaga kelanjutannya, kita larang cantrang, troll dan lainnya. Namun, pemerintah juga tidak buta dan tuli dengan berikan kelonggaran pertambahan tahun untuk pemakaian alat tersebut, namun pada saat waktunya kita akan berhentikan untuk beralih ke alat tangkap lain," tuturnya.
"Dari 960 kapal cantrang sudah 200 lebih yang beralih alat tangkap, mereka berjalan ke Arafuru. Tidak lagi ada kapal kapal asing walaupun yang mencoba masuk masih terus ada. Karena sekarang kapal-kapal China Thailand yang dulu di laut kita membangun homebase di Papua Nugini, Timor Leste, dan sekitar Natuna. Ini penting kita jaga bersama," pungkasnya.
Simak video terkait kiprah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)
http://bit.ly/2I7aQDA
February 11, 2019 at 07:01PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Susi Buka-bukaan Soal Kebocoran Hasil Laut Indonesia"
Post a Comment