Dalam konferensi pers pagi tadi, Ketua BPS Suhariyanto mengatakan neraca perdagangan di bulan Januari tercatat mengalami defisit US$1,16 miliar. Angka defisit di Januari tersebut merupakan yang terparah setidaknya dalam 10 tahun terakhir.
Bengkaknya defisit perdagangan tersebut tetap terjadi di tengah turunnya nilai impor.
Foto: Sumber: Reuters
|
Tercatat total nilai impor RI sepanjang Januari hanya US$15,03 miliar atau turun 1,83% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Turunnya nilai impor disebabkan oleh berkurangnya volume impor migas sebesar 8,1% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Hal tersebut terjadi karena adanya kontrak antara Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang diresmikan pada awal Januari.
Dalam kontrak tersebut, KKKS berkewajiban untuk menjual minyak mentah jatah ekspor ke satu-satunya perusahaan migas pelat merah RI, Pertamina.
Dampaknya, kebutuhan impor minyak mentah akan berkurang, yang juga tercermin dari berkurangnya nilai impor minyak mentah sebesar 13,16% YoY.
Sedangkan impor gas masih mencatatkan kenaikan sebesar 1,81% YoY.
Bila ditinjau dari jenis barang menurut penggunaan, barang konsumsi merupakan golongan barang yang mengalami penurunan impor paling dalam, yaitu sebesar 10,39% YoY. Sedangkan nilai impor barang modal juga turun 5,1% YoY.
Turunnya impor barang konsumsi memang dapat diartikan ganda.
Di satu sisi, hal tersebut dapat menjadi indikator tingkat konsumsi masyarakat yang sedang tidak bergairah. Jika melihat hasil survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia beberapa waktu lalu, memang pengeluaran untuk konsumsi akan turun di bulan Januari akibat berakhirnya masa liburan Natal dan tahun baru.
Namun di sisi lain, bisa juga berarti kebutuhan masyarakat sudah semakin terpenuhi dari produk-produk dalam negeri.
Selain itu, turunnya impor barang modal mengindikasikan investasi dan kegiatan industri yang melambat.
Pasalnya, barang modal merupakan barang yang sebagian besar digunakan oleh sektor industri untuk mendukung kelancaran produksi.
Selain itu, impor bahan baku dan penolong juga tercatat turun sebesar 0,11% YoY juga mendukung anggapan kegiatan industri yang melambat.
Akan tetapi, karena nilai ekspor yang turun lebih dalam yaitu sebesar 4,7% YoY, menyebabkan neraca perdagangan bulan lalu mengalami defisit yang cukup parah.
Sumber: BPS
|
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa)
http://bit.ly/2Gs7cmj
February 15, 2019 at 09:28PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Impor RI di Januari Turun 1,83%, Baik atau Buruk?"
Post a Comment